Anak Rantau Penikmat Senja

Orang biasa yang masih terus belajar dan melatih syukur

Sunday, 20 September 2015

Literasi untuk Pendidikan Indonesia yang mencerahkan, memajukan dan berkompetisi Internasional



Pendidikan bukan hanya sekedar sebuah proses perpindahan informasi dari seorang pengajar kepada murid ajar melalui kegiatan pembelajaran. Pendidikan adalah sebuah proses partisipasi aktif dari semua komponen kegiatan pembelajaran untuk membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, berbagai cara telah dilakukan dimulai dari pembaharuan kurikulum, pengembangan implementasi pendekatan, metode, pendidikan dan sebagainya. Literasi sebagai bagian dari hak pendidikan dapat menjadi suatu cara pengembangan pendidikan Indonesia.
Ketika mendengar kata ‘literasi’ secara langsung kebanyakan orang  akan memaknainya dengan urusan terkait membaca dan menulis. Menurut Kern (2000) Literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi bukan hanya sekedar kemampuan untuk membaca dan menulis, namun lebih jauh lagi literasi adalah kegiatan memahami makna dari sebuah teks yang membuat seseorang mampu berfikir kritis. Lebih lanjut, kegiatan literasi dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kemampuan bernalar, yaitu kemampuan untuk berfikir logis, mengolah informasi dari bacaan, dan menyimpulkan dengan pemikiran sendiri (Tati D. Wadi, 2013).
Dalam pendidikan, siswa mendapatkan hak bukan hanya untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan, namun juga mereka mendapatkan hak untuk ikut berpartisipasi aktif dalam melaksanakan aktifitas pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu meraih kehidupan yang lebih baik. Dengan literasi yang mencakup kegiatan baca-tulis sebagai bagian pokok, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan dan keingin-tahuan yang mereka miliki.
Saat kegiatan membaca berlangsung terdapat dua proses yang berlangsung dalam penyerapan informasi dalam diri siswa, yaitu bottom-up dan top-down process (Nunan, 2003). Bottom-up process adalah proses penerimaan pengetahuan dari hal-hal yang dasar kepada sistem kognitif siswa. Jadi, seorang siswa secara murni menyerap pengetahuan yang baru dari sebuah sumber. Sedangkan top-down process adalah proses penyerapan pengetahuan kepada sistem kognitif siswa melalui proses kolaboras dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa tersebut. Berikut adalah skema singkat up-bottom dan top-down process.
jik.jpg
 










           Selain membaca, menulis juga merupakan kegiatan pokok literasi. Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan (Pranoto, 2004).  Selain itu, Menulis adalah jalan terbaik untuk berbicara dan menyampaikan protes kepada puluhan ribu orang, bahkan ratusan ribu orang disaat orang itu tidak memilki kepercayaan diri untuk menyampaikannya langsung. Menulis sendiri adalah salah satu cara mendongkrak minat membaca, disaat seseorang telah terbiasa menulis maka secara tidak terencana ia akan dipaksa untuk membaca sebagai penguatan tulisannya. Lewat menulis seseorang telah ikut serta melestarikan pengetahuan dan kebudayaan bangsanya                              
           Membaca membuat siswa memiliki wawasan yang lebih luas dan kemampuan bernalar yang lebih tinggi. Menulis merupakan output dari kegiatan membaca yang membuat siswa berfikir lebih kritis dan kreatif. Namun, kenyataan kini budaya literasi Indonesia masih jauh dari rata-rata literasi dunia. Menurut kajian OECD, Indonesia termasuk dalam jajaran negara di bawah rata-rata dunia yang berada di urutan 402 untuk literasi. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat bahwa masyarakat kita telah jauh dari kegiatan literasi. Contoh kecil dari hal ini adalah tindakan ketidak-mengindahkan rambu-rambu atau peraturan umum yang berada di sekitar masyarakat seperti penerobosan lampu merah yang berarti pengendara tidak membaca rambu lampu lalulintas, atau contoh lainnya adalah ketidak-patuhan masyarakat atas peraturan umum yang ada di taman, seperti dilarang menginjak rumput, namun tetap saja masih banyak orang yang melanggarnya.
           Literasi menjadikan siswa mempelajari dan mendapatkan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan yang lebih luas. Dengan literasi, wawasan siswa tidak hanya terpaku pada isu-isu sekitarnya saja karena ketika seseorang membaca dan memperoleh pengetahuan maka ia tidak akan merasa cukup dengan pengetahuan yang ia terima. Namun lebih lanjut, ia akan menjadi candu untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak dan luas lagi. Literasi juga menjadikan siswa mendapatkan pendidikan karakter. Dalam kegiatan membaca, siswa akan mendapatkan banyak sampel karakter-karakter yang baik ataupun yang buruk yang kemudian akan dipelajari dan disaring oleh siswa, tentunya dengan bimbingan guru, lalu kemudian akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan hal ini juga, siswa akan mampu mengetahui dan membedakan hal-hal positif dan negatif.




























DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2014. PENGAJARAN READING (Melalui Pendekatan Konstruktivisme; sebagai  sebuah alternatif). Diakses pada 31 Maret 2014 dari
Nunan, David. 2003. Practical English Language Teaching. New York: McGraw-Hill Companies, Incorporated
Priyanto , Ida F. 2013. Tingkat Numerasi dan Literasi Bangsa. Diakses pada 31 Maret 2014 dari https://www.academia.edu/5097922/Tingkat_Numerasi_dan_Literasi_Bangsa
Wardi, Tati D.. 2013. Paradigma Baru Literasi. Diakses pada 31 Maret 2014 dari http://radiobuku.com/2013/11/tati-d-wardi-paradigma-baru-literasi/








                                                                                    

No comments:

Post a Comment