Pendidikan bukan hanya sekedar sebuah proses perpindahan informasi
dari seorang pengajar kepada murid ajar melalui kegiatan pembelajaran.
Pendidikan adalah sebuah proses partisipasi aktif dari semua komponen kegiatan
pembelajaran untuk membentuk pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan,
bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap berbagai hal. Mengajar dalam konteks ini adalah membantu
siswa untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan
mereka berpikir sendiri. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan, berbagai cara telah dilakukan dimulai dari
pembaharuan kurikulum, pengembangan implementasi pendekatan, metode, pendidikan
dan sebagainya. Literasi sebagai bagian dari hak pendidikan dapat menjadi suatu
cara pengembangan pendidikan Indonesia.
Ketika mendengar kata ‘literasi’ secara langsung kebanyakan
orang akan memaknainya dengan urusan
terkait membaca dan menulis. Menurut Kern (2000) Literasi adalah penggunaan
praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan
dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi bukan hanya sekedar
kemampuan untuk membaca dan menulis, namun lebih jauh lagi literasi adalah
kegiatan memahami makna dari sebuah teks yang membuat seseorang mampu berfikir
kritis. Lebih lanjut, kegiatan literasi dapat membantu seseorang untuk
meningkatkan kemampuan bernalar, yaitu kemampuan untuk berfikir logis, mengolah
informasi dari bacaan, dan menyimpulkan dengan pemikiran sendiri (Tati D. Wadi,
2013).
Dalam pendidikan, siswa mendapatkan hak bukan hanya untuk
mendapatkan ilmu dan pengetahuan, namun juga mereka mendapatkan hak untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam melaksanakan aktifitas pembelajaran dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan, yaitu meraih kehidupan yang lebih baik. Dengan
literasi yang mencakup kegiatan baca-tulis sebagai bagian pokok, siswa
mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuan dan keingin-tahuan yang
mereka miliki.
Saat kegiatan membaca berlangsung terdapat dua proses yang
berlangsung dalam penyerapan informasi dalam diri siswa, yaitu bottom-up dan
top-down process (Nunan, 2003). Bottom-up process adalah proses
penerimaan pengetahuan dari hal-hal yang dasar kepada sistem kognitif siswa.
Jadi, seorang siswa secara murni menyerap pengetahuan yang baru dari sebuah
sumber. Sedangkan top-down process adalah proses penyerapan pengetahuan kepada
sistem kognitif siswa melalui proses kolaboras dengan pengetahuan-pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa tersebut. Berikut adalah skema singkat up-bottom
dan top-down process.
![]() |
Selain membaca,
menulis juga merupakan kegiatan pokok literasi. Menulis berarti mengekspresikan
secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan (Pranoto, 2004).
Selain itu, Menulis adalah
jalan terbaik untuk berbicara dan menyampaikan protes kepada puluhan ribu
orang, bahkan ratusan ribu orang disaat orang itu tidak memilki kepercayaan
diri untuk menyampaikannya langsung. Menulis sendiri adalah salah satu cara mendongkrak
minat membaca, disaat seseorang telah terbiasa menulis maka secara tidak
terencana ia akan dipaksa untuk membaca sebagai penguatan tulisannya. Lewat
menulis seseorang telah ikut serta melestarikan pengetahuan dan kebudayaan
bangsanya
Membaca membuat
siswa memiliki wawasan yang lebih luas dan kemampuan bernalar yang lebih
tinggi. Menulis merupakan output dari kegiatan membaca yang membuat
siswa berfikir lebih kritis dan kreatif. Namun, kenyataan kini budaya literasi
Indonesia masih jauh dari rata-rata literasi dunia. Menurut kajian OECD,
Indonesia termasuk dalam jajaran negara di bawah rata-rata dunia yang berada di
urutan 402 untuk literasi. Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat bahwa
masyarakat kita telah jauh dari kegiatan literasi. Contoh kecil dari hal ini
adalah tindakan ketidak-mengindahkan rambu-rambu atau peraturan umum yang
berada di sekitar masyarakat seperti penerobosan lampu merah yang berarti
pengendara tidak membaca rambu lampu lalulintas, atau contoh lainnya adalah
ketidak-patuhan masyarakat atas peraturan umum yang ada di taman, seperti
dilarang menginjak rumput, namun tetap saja masih banyak orang yang
melanggarnya.
Literasi menjadikan
siswa mempelajari dan mendapatkan pengetahuan dan nilai-nilai kebaikan yang
lebih luas. Dengan literasi, wawasan siswa tidak hanya terpaku pada isu-isu
sekitarnya saja karena ketika seseorang membaca dan memperoleh pengetahuan maka
ia tidak akan merasa cukup dengan pengetahuan yang ia terima. Namun lebih
lanjut, ia akan menjadi candu untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak
dan luas lagi. Literasi juga menjadikan siswa mendapatkan pendidikan karakter.
Dalam kegiatan membaca, siswa akan mendapatkan banyak sampel karakter-karakter
yang baik ataupun yang buruk yang kemudian akan dipelajari dan disaring oleh
siswa, tentunya dengan bimbingan guru, lalu kemudian akan diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan hal ini juga, siswa akan mampu mengetahui dan
membedakan hal-hal positif dan negatif.
DAFTAR RUJUKAN
Anonim.
2014. PENGAJARAN READING (Melalui Pendekatan Konstruktivisme; sebagai sebuah alternatif). Diakses pada 31 Maret 2014
dari
Nunan,
David. 2003. Practical English Language Teaching. New York: McGraw-Hill
Companies, Incorporated
Priyanto
, Ida F. 2013. Tingkat Numerasi dan Literasi Bangsa. Diakses pada 31 Maret 2014
dari https://www.academia.edu/5097922/Tingkat_Numerasi_dan_Literasi_Bangsa
Wardi,
Tati D.. 2013. Paradigma Baru Literasi. Diakses pada 31 Maret 2014 dari http://radiobuku.com/2013/11/tati-d-wardi-paradigma-baru-literasi/

No comments:
Post a Comment